POSISI SULANG SILIMA & DEWAN ADAT PAKPAK JELANG PENGESAHAN UU TANAH ULAYAT & MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pakpak Bharat – Menjelang pengesahan Undang-Undang Tanah Ulayat dan Masyarakat Hukum Adat oleh pemerintah, tokoh masyarakat Pakpak menegaskan kembali pentingnya posisi Sulang Silima sebagai dasar tatanan adat sekaligus urgensi pembentukan Dewan Adat Pakpak sebagai representasi resmi suku Pakpak di hadapan negara.
Menurut tokoh adat dan budayawan Pakpak, Anna Martyna Sinamo, setiap orang Pakpak secara otomatis menyandang marga Pakpak yang menentukan perkundul (posisi) dalam Sulang Silima. Tatanan ini diibaratkan seperti Pancasila pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjadi falsafah dasar kehidupan sosial, hukum, dan budaya masyarakat Pakpak.
Sulang Silima terdiri dari lima posisi utama:
Perisang-isang – anak laki-laki tertua
Pertulan tengah – anak laki-laki tengah
Perekur-ekur – anak laki-laki bungsu
Berru – pihak penerima istri
Puang – pihak paman dari garis ibu
Tatanan ini mengatur hak, kewajiban, dan peran setiap individu dalam berbagai upacara adat, baik mendhe (sukacita), njahat (dukacita), maupun ritual sedekah bumi.
“Sulang Silima adalah sistem kekerabatan sekaligus landasan hukum adat yang baku dan paten. Kelima unsur perkundul itu wajib nyata ada untuk bisa beroperasi secara formal,” tegas Anna Martyna Sinamo.
Anna menambahkan, Sulang Silima hanya bisa dibentuk di tingkat marga atau kelompok marga karena prinsipnya harus ada unsur perisang-isang, pertulan tengah, perekur-ekur, berru, dan puang yang nyata. Pembentukan Sulang Silima di tingkat suak atau suku dinilai tidak sesuai prinsip karena secara genealogis masyarakat Pakpak berasal dari berbagai leluhur seperti India Selatan, Gayo, Melayu, dan Toba, sehingga tidak memiliki satu garis keturunan tunggal yang jelas.
Dewan Adat Pakpak menurutnya bukanlah pengganti Sulang Silima, tetapi wadah pemersatu yang berfungsi memperkuat dan melegitimasi tatanan adat di hadapan pemerintah. Dewan ini diperlukan untuk menyikapi amanat UU Tanah Ulayat dan Masyarakat Hukum Adat yang mewajibkan entitas kesukuan dibentuk dan dilembagakan oleh masyarakat itu sendiri agar hak atas bumi, air, dan sumber daya alam diakui secara sah oleh negara.
“Kalau kita tidak memiliki lembaga atau dewan adat yang mampu merepresentasikan seluruh suku Pakpak, kepada siapa pemerintah akan memberikan pengakuan terhadap tanah ulayat silima suak dan Masyarakat Hukum Adat Pakpak?” ujarnya.
Sejumlah inisiatif kebangkitan adat Pakpak telah terlihat melalui pelantikan pengurus Sulang Silima marga-marga seperti Banurea, Bancin, Maha, Padang, Berutu, Solin, serta gagasan pembentukan Pulungen Sipitu Marga Indonesia.
Anna berharap Dewan Adat Pakpak dapat segera terbentuk sehingga mampu menjadi perwakilan resmi suku Pakpak di tingkat nasional, menjaga kelestarian adat, dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di era modern.
“Dengan adanya Dewan Adat dan Sulang Silima marga-marga, orang Pakpak akan tetap lestari, maju, dan berkembang dengan ciri khas Pakpak. Njuah-njuah banta karina,” pungkasnya.
liputan: TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar